
JAKARTA - Pergeseran menuju sistem transportasi rendah emisi semakin mendesak untuk mendukung visi pembangunan Indonesia yang berkelanjutan dan berdaya saing tinggi. Dalam konteks ini, strategi jangka panjang di sektor transportasi menjadi krusial, terutama jika Indonesia ingin mencapai target ambisius Indonesia Emas 2045 dan pertumbuhan ekonomi yang stabil.
Untuk menjawab tantangan tersebut, Institute for Essential Services Reform (IESR), bekerja sama dengan ViriyaENB dan Drive Electric Campaign, telah merilis laporan Indonesia Sustainable Mobility Outlook (ISMO) 2025. Laporan ini menyoroti pentingnya transformasi sistem mobilitas nasional dengan menekankan strategi terintegrasi berbasis pendekatan Avoid – Shift – Improve (ASI).
Ketiga pendekatan ini memiliki fungsi strategis masing-masing. Strategi Avoid bertujuan untuk mengurangi kebutuhan perjalanan. Strategi Shift mendorong penggunaan moda transportasi umum dan ramah lingkungan, sementara Improve fokus pada pengembangan teknologi serta peningkatan efisiensi kendaraan, khususnya melalui elektrifikasi transportasi.
Baca Juga
Laporan ISMO 2025 memperlihatkan bahwa jika pendekatan ASI diterapkan secara konsisten dan menyeluruh, maka sektor transportasi Indonesia dapat mengurangi emisi hingga 76 persen pada 2060. Emisi dapat ditekan dari angka 561 juta ton setara karbon dioksida menjadi hanya 117 juta ton. Namun, masih terdapat 24 persen emisi yang berasal dari sektor transportasi barang, yang belum menjadi fokus utama dalam laporan ini.
Strategi Shift muncul sebagai kontributor terbesar dalam penurunan emisi. Dengan target peningkatan pangsa transportasi umum hingga 40 persen, pengurangan emisi yang bisa dicapai mencapai 101 juta ton. Di sisi lain, strategi Improve juga menunjukkan dampak besar. Dengan proyeksi adopsi 66 juta mobil listrik dan 143 juta sepeda motor listrik, potensi penurunan emisi bisa mencapai 210 juta ton.
Fabby Tumiwa, Chief Executive Officer IESR, menyampaikan bahwa pendekatan ASI perlu dijalankan secara simultan. Ia mengingatkan bahwa pada tahun 2024, emisi dari sektor transportasi telah mencapai 202 juta ton setara karbon dioksida. Angka ini mewakili sekitar seperempat dari total emisi sektor energi nasional. Jika tidak segera ditangani, angka tersebut dapat melonjak hingga hampir tiga kali lipat pada 2060.
“Dari hasil pemodelan kami, pada tahun 2050 jarak tempuh per kapita diperkirakan melonjak hingga dua kali lipat. Tanpa strategi dekarbonisasi sektor transportasi, lonjakan ini akan memperburuk kemacetan, kenaikan impor bahan bakar minyak, dan polusi udara yang memperparah krisis kesehatan dan beban fiskal,” ujar Fabby.
Ia juga menegaskan bahwa upaya serius untuk mendekarbonisasi sektor transportasi menjadi elemen kunci dalam menopang cita-cita besar Presiden Prabowo yang menargetkan pertumbuhan ekonomi 8 persen pada akhir 2029. Tanpa intervensi konkret, bukan hanya pertumbuhan ekonomi yang terancam, tetapi juga impian Indonesia Emas 2045 yang terancam gagal terwujud karena beban ekonomi dari sistem transportasi yang tidak efisien.
Laporan ini juga mencatat bahwa mayoritas emisi sektor transportasi mencapai 80 persen berasal dari transportasi jalan. Sektor ini meliputi mobil pribadi, kendaraan angkutan barang, dan sepeda motor. Rinciannya menunjukkan bahwa mobil menyumbang 35 persen emisi, diikuti oleh angkutan barang sebesar 30 persen, sepeda motor 28 persen, dan bus 6 persen.
Ilham R F Surya, Analis Kebijakan Lingkungan IESR, menjelaskan bahwa faktor preferensi masyarakat terhadap moda transportasi tertentu turut berperan besar dalam pola emisi tersebut. Berdasarkan survei Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2023, mayoritas pengguna sepeda motor memilih moda ini karena dianggap lebih cepat dan andal. Sementara itu, sebanyak 42 persen pengguna mobil lebih mengutamakan kenyamanan.
Menariknya, perubahan perilaku penggunaan moda transportasi juga dipengaruhi oleh pendapatan. Studi menunjukkan bahwa ketika pendapatan seseorang melampaui Rp4 juta per bulan, penggunaan sepeda motor dan transportasi umum justru menurun, sedangkan ketergantungan pada mobil pribadi meningkat. Pola ini menunjukkan bahwa tantangan dalam mengubah kebiasaan mobilitas masyarakat cukup kompleks dan tidak hanya berkaitan dengan ketersediaan sarana transportasi umum, tetapi juga dengan faktor gaya hidup dan persepsi kenyamanan.
Dalam menghadapi tantangan tersebut, laporan ISMO 2025 memberi penekanan bahwa kolaborasi lintas sektor sangat penting. Pemerintah pusat dan daerah, pelaku industri, serta masyarakat perlu bekerja bersama dalam menciptakan sistem transportasi nasional yang rendah emisi, terjangkau, efisien, dan inklusif.
Transformasi menuju sistem transportasi berkelanjutan bukan semata-mata untuk menekan emisi, tetapi juga untuk memperkuat daya saing ekonomi nasional, meningkatkan kualitas hidup masyarakat, dan memastikan bahwa Indonesia tidak tertinggal dalam upaya global menanggulangi perubahan iklim.
strategi Avoid – Shift – Improve menjadi fondasi penting dalam menyusun peta jalan transportasi nasional ke depan. Melalui pendekatan ini, Indonesia memiliki peluang nyata untuk mempercepat transisi menuju masa depan yang lebih bersih, sehat, dan tangguh dalam menghadapi tantangan iklim dan urbanisasi.

Sindi
navigasi.co.id adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.