
JAKARTA - Kebijakan baru dari Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengejutkan sebagian besar pedagang online. Melalui PMK Nomor 37 Tahun 2025 yang diundangkan pada tanggal 14 Juli 2025, pemerintah resmi mewajibkan marketplace menjadi pemungut PPh 22 atas pedagang online dengan omzet bruto di atas Rp?500 juta per tahun. Kewajiban ini menjadi sorotan penting karena berdampak pada kalkulasi harga dan profit UMKM digital. Namun, sebenarnya ada pedagang tertentu yang aman dari pungutan ini asal memenuhi enam kriteria yang jelas ditetapkan pemerintah.
Dasar Aturan: PMK 37/2025 dan Ketentuan PPh 22
Pasal 8 ayat 1 dalam Peraturan Menteri Keuangan tersebut menjelaskan bahwa PPh 22 yang dikenakan adalah sebesar 0,5 persen dari omzet bruto tahunan. Ketentuan ini berlaku selain pungutan PPN dan PPnBM. Artinya, jika penjualan selama setahun lebih dari Rp?500 juta dan sudah menyampaikan surat pernyataan, marketplace wajib memotong pajak tersebut. Tapi, siapa saja yang dikecualikan dari kewajiban ini?
Baca JugaMedia Asuransi Nobatkan 106 Perusahaan Sebagai Market Leaders
Enam Kriteria Bebas PPh 22 di Marketplace
Direktur Peraturan Perpajakan I DJP, Hestu Yoga Saksama, menyampaikan bahwa enam kelompok pedagang ini tidak akan dipungut PPh 22:
Penjualan barang/jasa oleh orang pribadi dalam negeri dengan omzet bruto maksimal Rp 500 juta per tahun dan sudah menyampaikan surat pernyataan.
Penjualan jasa pengiriman atau ekspedisi oleh mitra aplikasi teknologi seperti ojek online (ojol)—mereka tidak dikenai pungutan.
Penjualan barang dan/atau jasa oleh pedagang yang mengantongi surat keterangan bebas pemotongan atau pengumpulan pajak penghasilan.
Penjualan pulsa dan kartu perdana di platform elektronik.
Penjualan emas dan perhiasan: termasuk emas batangan, perhiasan berbahan baku emas maupun perhiasan yang bukan emas, batu permata, dan sejenisnya.
Pengalihan hak tanah/bangunan atau perjanjian pengikatan jual-beli tanah/bangunan beserta perubahannya.
Jika pedagang masuk dalam salah satu kategori ini, maka marketplace tidak wajib memotong PPh 22 pada transaksi mereka.
Siapa Saja yang Tergolong Bebas Pajak Ini?
Dari enam kriteria tersebut, beberapa kategori mencakup pedagang online yang rutin beroperasi di marketplace:
Pedagang rumahan dengan omzet kecil di bawah Rp?500 juta.
Penjual pulsa serta kartu perdana digital.
UMKM yang menjual emas perhiasan atau batangan, serta batu permata.
Pengemudi ojol yang melakukan pengiriman barang melalui platform.
Pelaku usaha properti yang menggunakan marketplace sebagai sarana promosi.
Selain itu, pedagang dengan surat keterangan bebas pajak juga dikategorikan. Surat tersebut bisa diajukan oleh pedagang atau badan usaha yang memenuhi syarat khusus dari DJP.
Marketplace Luar Negeri dan Pemungutan PPh 22
DJP juga menargetkan platform luar negeri sebagai pemungut PPh 22, seperti Shopee Singapura, Alibaba, Tokopedia versi luar negeri, dan sejenisnya. Jika transaksi dari penjual Indonesia di luar platform domestik melewati Rp?600 juta per tahun atau Rp?50 juta per bulan, atau volume transaksi melebihi 12.000 transaksi per tahun, maka platform tersebut dapat ditunjuk menjadi pemungut. Namun, platform yang belum memenuhi syarat bisa mengajukan diri secara sukarela untuk ditunjuk sebagai pemungut.
Mekanisme Pemotongan Pajak oleh Marketplace
Marketplace akan menggunakan data transaksi internal untuk memotong 0,5 persen dari omzet bruto secara otomatis tanpa dokumen tambahan. Tagihan atau invoice dalam sistem platform sudah dianggap sebagai bukti pemotongan. Setelah transaksi, marketplace wajib:
Memotong pajak atas omzet pedagang yang memenuhi syarat.
Menyetorkan hasil pemotongan ke kas negara sesuai tenggat.
Melaporkan data transaksi lengkap ke DJP termasuk identitas pedagang dan nilai omzet tiap toko.
Tujuan dari proses ini adalah meningkatkan basis wajib pajak UMKM, sekaligus memperluas keterlibatan pedagang online dalam sistem pajak nasional.
Dampak Kebijakan bagi Pedagang Besar dan UMKM
Penerapan PPh 22 merupakan upaya pemerintah memperluas basis perpajakan digital tanpa membebani pedagang kecil. Namun, pelaku usaha dengan omzet besar tetap perlu menyesuaikan model harga agar dapat menutup biaya pajak tambahan. Berikut beberapa implikasi kebijakan:
Pedagang dengan omzet besar harus memperhitungkan tambahan biaya pajak 0,5 persen dalam margin keuntungan.
UMKM dengan omzet rendah masih bebas pajak asal menyampaikan surat pernyataan dan memenuhi kriteria.
Pedagang emas atau pulsa tetap terbebas meski omzet tinggi, selama masuk kategori khusus.
Pengiriman barang oleh ojol tidak terkena pajak, karena bukan asal platform marketplace.
Tips agar Aman dari PPh 22
Jika kamu pedagang yang ingin tetap bebas pajak, berikut beberapa langkah konkret:
Pastikan omzet bruto tidak melebihi Rp?500 juta per tahun jika kamu ingin tetap tinggal di kategori non-pajak.
Ajukan surat pernyataan omzet rendah ke DJP agar platform tidak memungut pajak.
Masukkan jenis produk yang termasuk pengecualian, seperti pulsa, emas, atau pengiriman barang.
Cek apakah platform luar negeri tempat kamu berjualan sudah ditunjuk sebagai pemungut; jika belum, konfirmasi dulu statusnya.
Kepastian Pajak untuk Pertumbuhan Digital
Aturan baru ini menunjukkan pemerintah ingin menangkap potensi pendapatan pajak dari transaksi digital yang selama ini belum terealisasi. Namun, regulasi ini tetap dirancang inklusif: pedagang kecil tetap dilindungi, sementara pelaku besar menyesuaikan strategi harga agar tetap kompetitif. Dengan pemahaman enam kriteria bebas PPh 22, pedagang dapat mengambil keputusan bisnis yang lebih bijak.
Jika kamu pedagang online, pastikan memahami kondisi usahamu, jenis produk yang dijual, dan apakah platform kamu digunakan oleh marketplace yang sudah ditunjuk sebagai pemungut. Ini penting agar kamu tetap patuh aturan pajak tanpa menambah kelebihan beban operasional.

Sindi
navigasi.co.id adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.