Aturan Transportasi Ojol Disiapkan Demi Ekosistem Adil

Jumat, 25 Juli 2025 | 10:08:30 WIB
Aturan Transportasi Ojol Disiapkan Demi Ekosistem Adil

JAKARTA - Upaya pemerintah dalam mewujudkan ekosistem transportasi online yang lebih adil dan berkelanjutan kini memasuki tahap krusial. Kementerian Perhubungan melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Darat sedang mematangkan rancangan aturan untuk sektor ini, dengan mempertimbangkan seluruh pihak yang terlibat dan terdampak langsung.

Hal ini terungkap dalam kegiatan Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Transportasi Online yang Adil dan Berkelanjutan” yang digelar pada Jumat, 25 Juli 2025. Acara tersebut dihadiri oleh pakar transportasi, akademisi, serta perwakilan dari pengemudi dan aplikator, sebagai wadah mendengarkan berbagai aspirasi sebelum kebijakan resmi diterbitkan.

Dirjen Perhubungan Darat, Aan Suhanan, menegaskan bahwa proses penyusunan aturan ini harus mengacu pada prinsip keadilan serta mempertimbangkan keberlanjutan seluruh ekosistem transportasi daring. Ia menekankan bahwa forum ini bukanlah tempat untuk memutuskan, melainkan untuk mengumpulkan gagasan dan diskusi konstruktif.

“Sebagai regulator di bidang transportasi, kami perlu menyerap berbagai informasi dan data untuk memutuskan suatu kebijakan transportasi yang berkeadilan dan berkelanjutan. Forum ini bukanlah forum untuk memutuskan tetapi untuk berdiskusi,” kata Aan Suhanan.

Dirinya mengungkapkan bahwa saat ini terdapat lebih dari 7 juta mitra pengemudi ojek online yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia. Selain itu, sektor ini turut menghidupi para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang memanfaatkan layanan transportasi online dalam aktivitas bisnis sehari-hari.

“Disamping pengemudi ojek online, ada juga pelaku UMKM yang hidupnya bergantung pada ekosistem transportasi online,” imbuhnya.

Aan menambahkan bahwa karena ekosistem ini melibatkan banyak aspek, maka penyusunan kebijakannya pun melibatkan lintas kementerian dan lembaga. Mulai dari Kementerian Komunikasi dan Digital yang berwenang atas platform aplikasi, hingga Kementerian Ketenagakerjaan yang fokus pada aspek ketenagakerjaan dalam model kerja kemitraan pengemudi dan aplikator.

“Pengaturan terkait ekosistem ini juga melibatkan berbagai kementerian/lembaga lainnya seperti Kementerian Komunikasi dan Digital terkait platform aplikasi, Kementerian Ketenagakerjaan terkait sistem tenaga kerja, dan lain sebagainya. Maka dari itu, kita perlu melihat seluruh sudut pandang dan penuh kehati-hatian dalam mengambil kebijakan,” tegasnya.

Dalam FGD tersebut, para ahli turut menyampaikan pandangan dan masukan berdasarkan kajian dan pengalaman lapangan. Di antaranya Piter Abdullah, Okto Risdianto Manullang, Tulus Abadi, Ki Darmaningtyas, dan Wijayanto Samirin.

Adapun beberapa hal penting yang dibahas mencakup hasil survei dampak kenaikan tarif terhadap keseimbangan ekosistem transportasi online, model bisnis yang diterapkan, hingga aspirasi yang disampaikan langsung oleh para pengemudi.

Azas Tigor Nainggolan selaku Analis Kebijakan Transportasi menegaskan bahwa dasar hukum yang jelas menjadi landasan mutlak dalam menciptakan transportasi online yang adil. Regulasi tersebut menurutnya harus mencakup seluruh elemen penting dalam ekosistem transportasi daring.

“Aturan tersebut menyangkut regulasi sepeda motor sebagai alat transportasi umum, regulasi bisnis transportasi online, stakeholder bisnis transportasi online, pengemudi, perusahaan angkutan umum, serta perusahaan aplikasi itu sendiri,” papar Azas.

Selama diskusi berlangsung, perwakilan dari perusahaan aplikator juga menyampaikan bahwa saat ini biaya potongan yang diberlakukan kepada pengemudi telah berada dalam titik keseimbangan. Dana tersebut, menurut mereka, digunakan tidak hanya untuk biaya operasional, tetapi juga pengembangan teknologi, promosi bagi konsumen, dan berbagai program kesejahteraan untuk mitra pengemudi.

Masih dalam suasana yang sama, para peserta FGD sepakat bahwa penyusunan aturan ke depan tidak boleh berpihak hanya kepada satu pihak saja. Pemerintah diminta hadir sebagai penengah yang objektif serta menjamin perlindungan hak dan kewajiban seluruh pihak dalam ekosistem ini.

Dari sisi pengemudi, sebagian besar berharap agar ketentuan potongan aplikator bisa lebih transparan dan tidak memberatkan. Mereka juga menuntut adanya jaminan sosial dan perlindungan kerja yang lebih pasti dari pemerintah.

Di sisi lain, aplikator pun menginginkan adanya regulasi yang fleksibel namun tetap menjaga iklim usaha yang sehat, kompetitif, dan tidak menghambat inovasi. Mereka juga mendorong kejelasan peran negara dalam hubungan kemitraan yang selama ini menjadi sorotan publik.

FGD ini menjadi langkah lanjutan dalam proses reformasi sistem transportasi daring di Indonesia. Dengan latar belakang pertumbuhan ekonomi digital yang pesat, pemerintah dituntut tidak hanya adaptif, tapi juga bijak dalam menyusun regulasi yang berdampak luas bagi jutaan masyarakat.

Melalui forum ini, Dirjen Perhubungan Darat menegaskan kembali komitmennya untuk terus melibatkan berbagai unsur dalam proses penyusunan kebijakan. Pemerintah ingin memastikan bahwa aturan yang disusun bukan hanya responsif terhadap dinamika lapangan, tapi juga berorientasi jangka panjang dan tidak menimbulkan ketimpangan baru.

Penataan sektor ojek online memang menjadi tantangan tersendiri, mengingat perannya yang begitu vital dalam mobilitas masyarakat urban dan konektivitas antarwilayah. Namun demikian, dengan pendekatan yang inklusif dan terbuka terhadap masukan dari seluruh pihak, pemerintah optimistis dapat menciptakan kebijakan yang tepat guna dan berkeadilan.

Terkini

Lima Daerah Siap PSU, Logistik Terpenuhi

Minggu, 27 Juli 2025 | 11:51:45 WIB

Listrik Panel Surya Dijalankan Melalui Program Desa

Minggu, 27 Juli 2025 | 11:55:58 WIB

Hutama Karya Kerjakan Perbaikan Tol Padang Sicincin

Minggu, 27 Juli 2025 | 12:05:06 WIB

KAI Bantu Teknologi Air Bersih untuk Grobogan

Minggu, 27 Juli 2025 | 12:08:43 WIB