Kuliner Tradisional Minahasa di Pengucapan Syukur

Senin, 14 Juli 2025 | 07:54:16 WIB
Kuliner Tradisional Minahasa di Pengucapan Syukur

JAKARTA - Pengucapan Syukur merupakan tradisi tahunan yang sangat lekat dengan kehidupan masyarakat Sulawesi Utara, khususnya di wilayah Minahasa Raya. Tradisi ini biasanya diselenggarakan sebagai bentuk ucapan terima kasih kepada Tuhan atas hasil panen, rezeki, dan perlindungan yang telah diterima sepanjang tahun.

Salah satu wilayah yang setiap tahunnya menyelenggarakan tradisi ini dengan semarak adalah Kabupaten Minahasa Selatan. Dalam pelaksanaannya, warga saling berkunjung ke rumah-rumah keluarga, tetangga, dan sahabat untuk merayakan bersama. Dan seperti kebiasaan yang sudah mengakar, perayaan ini tak lengkap tanpa kehadiran berbagai hidangan tradisional Minahasa yang disajikan penuh kehangatan dan kekeluargaan.

Dodol dan Nasi Jaha, Menu Wajib di Meja Makan

Di antara banyak jenis makanan yang biasanya tersedia, dua kuliner khas yang tidak pernah absen adalah dodol dan nasi jaha. Kehadiran keduanya seolah menjadi simbol dari perayaan Pengucapan Syukur itu sendiri.

Menurut Lurah Kelurahan Pondang, Kecamatan Amurang Timur, Gamaril Gani, dua kuliner ini selalu tersedia dalam setiap momen perayaan sebagai bagian dari tradisi menyambut tamu.

“Dodol dan Nasi Jaha selalu tersedia dari sekian banyak menu kuliner yang biasa disajikan untuk saudara dan kerabat yang datang berkunjung di Minahasa Selatan khususnya Kelurahan Pondang,” ungkap Lurah Gamaril Gani.

Dodol, yang terbuat dari ketan, santan, dan gula merah, dimasak selama berjam-jam hingga mengental dan berwarna cokelat gelap. Proses pembuatannya tidak mudah. Selain membutuhkan waktu lama, dodol harus diaduk terus-menerus agar tidak gosong, dan ini dilakukan bersama-sama, menjadikannya kegiatan sosial yang menyatukan warga.

Sementara itu, nasi jaha adalah olahan ketan yang dimasak dengan santan dan jahe, kemudian dimasukkan ke dalam batang bambu dan dibakar di atas bara api. Aromanya yang khas, berasal dari perpaduan antara bambu, jahe, dan daun pisang pembungkusnya, menjadikannya salah satu makanan favorit yang dinantikan.

Gotong Royong dalam Memasak Kuliner Tradisional

Lebih dari sekadar hidangan, proses memasak dodol dan nasi jaha menjadi ajang kebersamaan antarwarga. Biasanya, memasak dilakukan beberapa hari sebelum acara Pengucapan Syukur. Warga berkumpul di halaman rumah atau dapur terbuka, bergantian mengaduk dodol atau menjaga api untuk membakar nasi jaha.

Semangat gotong royong ini bukan hanya mempererat hubungan antar tetangga, tetapi juga menjadi momen di mana pengetahuan dan teknik memasak tradisional diturunkan dari generasi ke generasi. Anak-anak dan remaja pun dilibatkan untuk membantu atau sekadar menyaksikan, agar mereka mengenal dan mencintai kuliner warisan leluhur mereka sendiri.

Pesan Lurah: Keselamatan Saat Mudik Penting

Selain mempersiapkan hidangan, warga Minahasa Selatan juga bersiap menyambut kedatangan keluarga dan kerabat dari luar daerah. Dalam konteks ini, Lurah Gamaril Gani memberikan pesan kepada masyarakat untuk tetap menjaga keselamatan selama perjalanan.

“Saudara dan kerabat yang mungkin saat ini sedang dalam perjalanan ke Minsel agar tetap memperhatikan hal-hal mengenai aturan lalu lintas,” imbau Lurah Gani.

Ia menekankan pentingnya menaati peraturan berkendara, seperti menggunakan helm dan memastikan kondisi kendaraan dalam keadaan baik sebelum melakukan perjalanan jauh.

“Tetap utamakan peraturan lalu lintas, seperti mengenakan helm dan yang paling penting yaitu pastikan kondisi kendaraan baik motor dan mobil dalam keadaan layak jalan. Jangan lupa juga berdoa sebelum melakukan perjalanan,” tambahnya.

Pesan ini menjadi pengingat penting bahwa keselamatan selama mudik ke kampung halaman sama berharganya dengan semangat perayaan itu sendiri.

Kuliner sebagai Simbol Kehangatan dan Identitas Budaya

Pengucapan Syukur tidak hanya tentang makanan, tetapi juga tentang identitas budaya yang terus dijaga dan diwariskan. Dodol dan nasi jaha menjadi lebih dari sekadar sajian lezat. Kehadirannya adalah simbol dari rasa syukur, cinta pada tradisi, dan kebanggaan terhadap warisan kuliner lokal.

Melalui makanan, masyarakat Minahasa Selatan menyampaikan nilai-nilai kekeluargaan, penghormatan terhadap tamu, serta semangat gotong royong. Setiap gigitan membawa kenangan dan makna, terutama bagi mereka yang merantau dan jarang pulang ke kampung halaman.

Dengan terus melestarikan kuliner-kuliner ini dalam setiap momen Pengucapan Syukur, masyarakat Minahasa Selatan menunjukkan bahwa budaya tidak hanya hidup di panggung atau museum, tetapi juga di dapur, di meja makan, dan dalam hubungan hangat antar sesama.

Terkini

Hari Pajak 2025, Saatnya Tingkatkan Kepatuhan

Senin, 14 Juli 2025 | 09:19:56 WIB

Saham Saham Potensial Saat IHSG Menguat

Senin, 14 Juli 2025 | 09:23:00 WIB

Harga Emas Pegadaian Hari Ini: UBS dan Galeri24

Senin, 14 Juli 2025 | 09:26:13 WIB

Bursa Asia Menguat, Sektor Teknologi Pimpin Kenaikan

Senin, 14 Juli 2025 | 09:30:51 WIB

Film Indonesia Tayang Akhir Pekan Ini

Senin, 14 Juli 2025 | 09:34:04 WIB